[News] 21/5/2015 || Daerah penghasil minyak dan gas bumi (migas) meminta hak partisipasi (participating interest/PI) pengelolaan migas bisa ditambah menjadi 15-50 persen. Saat ini pemerintah menetapkan daerah hanya akan mendapat jatah PI pengelolaan blok migas yang kontraknya berakhir, sebesar 10 persen.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas (ADPM) Andang Bachtiar menyatakan pihaknya tidak setuju dengan jatah PI daerah untuk pengelolaan blok migas perpanjangan, hanya 10 persen. Alasannya wilayah kerja migas yang sudah habis masa kontraknya, memiliki risiko yang lebih rendah.
Selain itu, kontraktor sebelumnya sudah menerima hasil yang lebih banyak saat periode kontrak berjalan. Jadi tidak ada salahnya pemerintah daerah mendapatkan porsi besar.
"Kami mau ditinjau lagi pembatasan participating interest 10 persen. Idealnya 15 sampai 50 persen," kata dia di Jakarta Conventional Center, Jakarta, Kamis (21/5).
Andang juga menolak jika pemerintah daerah dilarang untuk bekerjasama dengan pihak swasta dalam mendapatkan jatah saham blok migas. Kerjasama ini penting bagi pemerintah daerah untuk mendapatkan pendanaan.
Dia meragukan apakah PT Pertamina (Persero) atau Pusat Investasi Pemerintah (PIP) mau menalangi dana yang dibutuhkan pemerintah daerah untuk mengambil jatah saham tersebut. Apalagi Badan Usaha Milik Daerah yang mewakili pemerintah daerah mendapat PI, portofolio bisnis dan asetnya masih kecil.
"Hasil pertemuan saya dengan Pertamina dan PIP, ya seperti itu," ujar dia.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah membuat aturan mengenai hak partisipasi daerah di blok migas. Dalam aturan yang akan segera keluar ini, daerah akan diwakili oleh BUMD yang 100 persen dimiliki oleh pemerintah daerahnya.
Untuk masalah pendanaan, kementerian menyiapkan tiga alternatif yang bisa dilakukan pemda jika tidak mampu secara finansial. Pemda bisa meminjam dana melalui PIP. Alternatif pembiayaan lainnya adalah bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero), atau kontraktor yang mengelola blok tersebut.
"Kontraktor membiayai terlebih dahulu, nanti (pemda) membayarnya pada saat produksi. Jadi (keuntungannya) memperbesar daerah," kata direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM.
Mengenai hak partisipasi daerah untuk mengelola blok migas ini, mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri juga menentang campur tangan swasta yang bekerjasama dengan daerah. Hak partisipasi daerah harus sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah daerah agar dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh daerah tersebut.
"BUMD di daerah tidak boleh ada swasta," ujar dia. Namun, BUMD juga tidak boleh dibebani dengan pengeluaran biaya investasi dan risiko kerugian negara. [SUMBER]