Namun, pendelegasian kewenangan ke BKPM dari semua Kementerian memerlukan ketentuan berupa Peraturan Menteri. Kepala Sub Bagian Pertimbangan Hukum Ditjen Migas ESDM Safriansyah Yanwar Rosadi menjelaskan, Menteri ESDM Sudirman Said akan mendelegasikan beberapa kewenangan dalam pemberian izin di bidang migas kepada Kepala BKPM Franky Sibarani melalui Peraturan Menteri yang sedang dibahas.
“Saat ini telah disusun draf Peraturan Menteri ESDM tentang pendelegasian wewenang pemberian perizinan bidang minyak dan gas bumi dalam rangka pelaksanaan PTSP kepada BKPM,” ujarnya di dalam acara sharing sessionbertajuk “Mekanisme Pendelegasian Perizinan Hulu Migas Terpadu Kementerian ESDM ke BKPM” yang diikuti oleh beberapa Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), beberapa waktu lalu di Jakarta.
Sepuluh Perizinan
Dipaparkan Safiransyah, dari 104 perizinan yang ada (2011) dilakukan penyederhanaan menjadi 52 perizinan (2014), dan tahun ini disederhanakan kembali menjadi 42 perizinan (22 teknis dan 20 administratif). Selanjutnya, dari 42 izin tersebut, sebanyak 10 perizinan terlebih dahulu yang akan dilakukan pendelegasian ke BKPM, di antaranya:
- Izin Persetujuan Studi Bersama.
- Izin Survei Umum
- Izin Survei ke Luar Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi serta Coal Bed Methane (CBM)
- Persetujuan Pemanfaatan Data Hasil Kegiatan Survei Umum, Eksplorasi serta Coal Bed Methane (CBM)
- Persetujuan Pengiriman (Ekspor) Data Hasil Kegiatan Survei Umum, Eksplorasi serta Coal Bed Methane (CBM) ke Luar Negeri
- Rekomendasi Penggunakan Wilayah Kerja untuk Kegiatan Kegiatan Lainnya
- Persetujuan Pemroduksian Minyak Bumi pada Sumur Tua
- Izin Pemanfaatan Data Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi
- Rekomendasi Ekspor Minyak dan Gas Bumi Hasil Kegiatan Usaha Hulu Migas
- Rekomendasi Pertimbangan Penangguhan Cara Pembayaran dengan Letter of Credit (L/C) untuk Ekspor Kegiatan Hulu Migas.
“Saat ini sedang disusun draf Peraturan Menteri ESDM. Diharapkan segera diselesaikan, paling tidak ditargetkan dalam bulan puasa ini drafnya sudah bisa diserahkan sehingga setelah Lebaran segera dikoordinasikan,” terang Safiransyah.
Persiapan BKPM
Lalu bagaimana persiapan BKPM? Perlu diketahui, bahwa perizinan-perizinan yang dikeluarkan BKPM adalah izin prinsip, izin usaha serta fasilitas fiskal. Sedangkan izin operasional di setiap kementerian dan perizinan daerah di setiap daerah. Fasilitas fiskal didelegasikan dari Kementerian Keuangan, seperti pembebasan bea masuk untuk impor-impor mesin dan pembebasan bea masuk untuk bahan baku.
Berdasarkan timeline, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal BKPM Lestari Indah mengungkapkan, bahwa PTSP Pusat ditargetkan untuk diluncurkan pada Januari 2016, kemudian dilanjutkan dengan penyederhanaan perizinan dan mengintegrasikan dengan daerah. “Karena bagi investor, kesulitan pengurusan perizinan bukan saja berada di Kementerian, namun banyak kesulitan juga terjadi di daerah. Kami juga punya tugas untuk mengintergrasikan pelaksanaan PTSP di provinsi maupun kabupaten/kota,” jelasnya.
Saat ini, PTSP Pusat di BKPM terdiri atas staf dari 22 Kementerian atau lembaga yang mendelegasikan perizinan ke BKPM, dan masing-masing menenempatkan pejabatnya setingkat eselon I untuk memproses yang tidak didelegasikan ke BKPM. “BKPM menunggu Permen ESDM mengenai pendelegasian kewenangan, setelah itu baru kami bicara satu per satu izin untuk dikoordinasikan demi mencari bisnis proses yang akan disepakati bersama,” terang Indah.
Selain memproses perizinan, BKPM juga menyederhanakan perizinan. Mekanisme di PTSP Pusat dilakukan melalui tim monitoring. Tim ini yang benar-benar menjaga standard operating procedure (SOP). Contoh, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Kementerian waktunya hanya 45 hari. Bila mendekati waktunya belum selesai, tim akan memantau melalui sistem online dengan pemberian warna merah yang bisa dilihat hingga tingkat menteri. “Tim akan memonitor seluruh peizinan-perizinan yang diproses di BKPM dan sudah menjadikan komitmen,” ujarnya.
Indah juga menjelaskan, penyederhanaan ini juga merupakan amanah Presiden Joko Widodo. Dia mencontohkan perizinan listrik. Sebelum di PTSP Pusat, perizinan untuk pembangkit listrik butuh waktu 1.025 hari (sekitar 3 tahun). Setelah masuk ke BKPM, secara rutin dilakukan rapat kordinasi dengan semua instansi terkait perizinan listrik dan sekarang sudah berada di titik (waktu) 295 hari dengan sekitar 25 izin. “Sehingga, ini salah satu bentuk kinerja kami di BKPM mengenai penyederhanaan perizinan,” ujarnya.
Dua Fase Sektor Hulu Migas
Tentu, proses penyederhanaan perizinan dalam sektor hulu migas sangat dibutuhkan, mengingat terdapat hampir 341 izin yang diperlukan KKKS agar dapat beroperasi secara normal. Namun, Kepala Kelompok Kerja Formalitas SKK Migas Didik Sasono Setyadi mengingatkan, perlu digarisbawahi mengenai perizinan di sektor hulu migas yang terdapat 2 fase.
Fase pertama, perizinan terkait sebelum suatu perusahan (minyak dan gas bumi) mendapatkan wilayah kerja atau sebelum mendapatkan kontrak kerjasama (Production Sharing Contract/PSC). Perizinan-perizinan tersebut yang tentu saja banyak dilakukan di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.
Fase kedua, di mana perusahaan migas sudah berstatus menjadi KKKS. Ketika statusnya menjadi KKKS, dia dihadapkan pada ratusan izin terkait bagaimana melaksanakan kontrak kerja yang sudah dipegang.
“Sekitar 102 jenis perizinan sudah didelegasikan ke PTSP, namun itu untuk perusahaan-perusahaan jasa penunjang yang masuk dalam kegiatan sektor hulu migas. Satu-satunya perizinan pada fase kedua yang sudah diurus di PTSP Pusat di BKPM adalah izin IPPKH,” ungkap Didik.
Adapun, permasalahan perizinan untuk kegiatan usaha hulu migas yang sering ditemui ketika sudah memasuki fase kedua (bukan fase pertama) antara lain, banyaknya jenis dan proses perizinan, banyaknya instansi atau pejabat yang berwenang mengeluarkan perizinan, banyak izin yang substansinya (duplikatif), masih banyak perizinan yang tidak jelas tata waktunya dan masih banyak izin yang tidak jelas biayanya.
“Setidaknya ada 3 hal dalam menyederhanakan perizinan untuk kegiatan usaha hulu migas, yaitu mengurangi ‘pintu’ perizinan, menggabungkan izin-izin yang sama substansinya, serta menetapkan proses tata waktu dan biaya perizinan yang jelas,” ujar Didik.
Maka, diharapkan dengan dilakukannya pendelegasian proses perizinan ke BKPM, tidak hanya sekedar satu pintu, namun juga melakukan penyederhanaan perizinan sektor hulu migas. Hal ini akan memberikan kepastian bagi investor sehingga menciptakan iklim investasi yang baik, agar permasalahan perizinan tidak lagi menjadi keluhan para KKKS.
Ketua Komite Eksplorasi Nasional (KEN) Andang Bachtiar mengatakan, segala perizinan haruslah dikelompokkan dalam satu pintu, bukan sekadar satu atap tapi banyak pintu.
“Dalam hal ini, misi non teknis dari KEN adalah bertugas untuk mempercepat waktu eksplorasi dari pemberian blok sampai plan of development (POD) menjadi 3-5 tahun atau 2 kali lebih cepat dari sebelumnya,” kata Andang.
Dikatakannya, cadangan minyak bumi terbukti Indonesia sebesar 3,4-3,9 miliar barel sedangkan sumber dayanya sebesar 222,85 miliar barel. Ini akan menjadi prioritas KEN untuk mengidentifikasi cadangan potensial menjadi cadangan terbukti.
Anggota IPA Board of Directors Herry Wibiksana berpendapat, kemandirian ekonomi memerlukan kedaulatan energi. "Tumpang tindih birokrasi juga menyebabkan produksi menurun karena investasi eksplorasi hulu kurang menarik sementara investasi hilir tidak memadai. Pemerintah kurang memiliki sense of crisis, komitmen, koordinasi yang kuat dan ada bottleneck dalam proses dan regulasi," ungkap Herry. [SUMBER]