[News] 05 Agustus 2015 UP45 MigasReview, Jakarta – Dengan 25 blok minyak dan gas (migas) di Provinsi Maluku, seharusnya wilayah tersebut sejahtera.
Sekadar diketahui, Maluku memiliki 25 blok migas, terdiri atas 15 blok yang sudah dikelola investor dan 10 blok yang sedang dalam proses tender untuk mencari investor di Ditjen Migas.
“Dengan 25 blok migas yang ada di Maluku, semestinya Maluku sejahtera dan tidak pantas berada di posisi empat besar provinsi termiskin di Indonesia. Sekarang, bagaimana caranya agar kekayaan besar itu berguna untuk kesejahteraan Maluku yang masuk provinsi termiskin,” jelas Direktur Archipelago Solidarity Foundation Engelina Pattiasina dan praktisi migas Boetje HP Balthazar di Jakarta, Selasa (4/8).
Menurut Boetje, dari ke-25 blok itu, Blok Masela dengan cadangan gas Abadi memiliki jangka waktu produksi komersial 30 tahun. Begitu juga cadangan gas besar di Blok Babar Selaru. Saat ini, perusahaan migas rakasasa dunia yang masuk ke Maluku adalah Inpex dari Jepang, Shell BV dari Belanda dan StatOil dari Norwegia.
Boetje menyebut, potensi migas luar biasa di Maluku selain ketiga blok tersebut adalah Blok Pulau Moa Selatan dan Blok Roma. Dia mengakui, blok itu berada di laut dalam dan berbatasan dengan negara lain. Untuk itu, perlu perhatian penuh sehingga tidak negara lain tidak mengambil migas di wilayah Indonesia.
Boetje mengatakan, potensi sumber minyak dan gas di Maluku sebenarnya sudah lama diketahui para pemain di bidang migas. Hal itu terbukti dengan keberadaan perusahaan raksasa yang menguasai 100 persen di beberapa blok di Maluku. “Ini tidak mungkin terjadi kalau tidak memiliki data yang sangat-sangat valid,” tegasnya.
Sementara, Engelina mengatakan, dengan kekayaan seperti itu, pemerintah dan masyarakat Maluku harus memastikan agar kekayaan itu memiliki dampak nyata untuk kesejahteraan rakyat Maluku. Tidak boleh terjadi, rakyat pemilik kekayaan alam itu hidup miskin di atas sumber daya alam yang melimpah. “Di mana-mana, daerah kaya selalu dilanda konflik. Coba cek saja di berbagai dunia. Kita harus menyadari hal ini,” ujarnya.
Menurut lulusan ekonomi politik dari Jerman ini, Maluku akan tetap tertinggal dan miskin jika tidak memiliki pemicu pertumbuhan. Untuk itu, sumber daya alam yang ada harus menjadi pemicu utama perkembangan ekonomi. “Kalau ada pemicunya, maka pertumbuhan ekonomi akan sangat cepat. Maluku saat ini harus menjadikan migas sebagai pemicu utama ekonomi,” pungkasnya. [SUMBER]