DPR DESAK PEMERINTAH PERHATIKAN ISU DI BLOK CEPU

[News] 05 Agustus 2015 UP45 MigasReview, Jakarta - Komisi VII DPR meminta  pemerintah untuk tidak mengabaikan berbagai persoalan lingkungan sekitar maupun masalah pekerja demi menjaga kesinambungan pengelolaan Blok Cepu.

Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi lagi kerusuhan di blok tersebut akibat akumulasi berbagai persoalan yang tidak bisa dideteksi dan ditangani sebelumnya oleh pemerintah, regulator hulu migas dan pengelolaan lapangan migas.
Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika menegaskan, Blok Cepu merupakan harapan bagi peningkatan program produksi minyak nasional. Untuk itu, pemerintah harus mampu mendeteksi dan mengantisipasi potensi kendala yang bisa dihadapi pengelolaan blok ini.
"Pemerintah melalui Menteri ESDM dan Kepala SKK Migas serta pengelola lapangan harus mampu mengatasi persoalan ini. Blok Cepu ini harapan dari produksi negara," kata Kardaya kepada pers di Jakarta, Selasa (4/8).
Selain itu, Kardaya menyoroti kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas terkait gas flare (gas yang dibuang dengan cara dibakar) karena tidak bisa dimanfaatkan di lokasi pengeboran.
Apalagi, saat ini masyarakat sekitar Blok Cepu sudah mengeluhkan dampak gas flare tersebut karena memengaruhi kesehatan mereka. Kondisi ini menimbulkan kerawanan dan potensi kericuhan masyarakat.
Padahal, gas flare di Blok Cepu sangat besar hingga 50 juta kaki kubik (mmbtu), angka di luar batas maksimal yang diizinkan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. "Saya sudah tanyakan ke Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Sekjen dan jajarannya. Mereka sebagai pihak yang berwenang mengaku belum mengeluarkan izin gas flare ini. Malah, izinnya dikeluarkan oleh Ditjen Migas. Hal ini sangat disesalkan," ujar Kardaya.
Lebih jauh, Kardaya menegaskan, potensi kerugian akibat gas flare di Blok Cepu tersebut sangat besar. Dengan gas flare sebesar 50 juta kaki kubik, maka potential loss diperkirakan mencapai US$2,5 juta atau sekitar Rp30 miliar per hari dengan perhitungan harga gas sebesar US$5 saja.
"Seharusnya Menteri ESDM, Kepala SKK Migas dan pengelola lapangan sudah bisa memperhitungkan agar gas flare tidak terlalu besar. Gas yang dibakar ini bisa menghidupkan 1 pabrik," kata Kardaya.
Dia menambahkan, pihaknya akan langsung memantau kondisi di Blok Cepu. "Besok kami akan pantau kondisinya secara langsung ke Blok Cepu," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Program Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA-ESDA) AC Rachman menegaskan, pemberian izin pembakaran gas atau gas flare di Blok Cepu oleh Ditjen Migas karena pejabat negara tidak mengerti tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
"Seharusnya Menteri ESDM Sudirman Said dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi memahani hal ini. Jangan malah melanggar aturan perizinan yang semestinya dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup," katanya.
Dia menambahkan, keputusan pemberian izin gas flare di Blok Cepu jelas melanggar Undang-Undang (UU) tentang Lingkungan Hidup. [SUMBER]