HARGA GAS DI INDONESIA BERPOTENSI TURUN SEBESAR 30%

UP45 Migas Review, Jakarta. Berdasarkan Rapat Pimpinan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 29 November 2015.
Menganalisis dari berbagai masukan, banyak pihak berpendapat bahwa harga gas di Indonesia tidak kompetitif jika dibandingkan industri serupa di berbagai negara. Menteri Energi Sumber Daya Mineral  Sudirman Said mengatakan bahwa tata kelola gas terus dibenahi dari waktu ke waktu agar lebih kondusif terhadap Industri. “Kita akan terus mendorong agar harga gas bisa berkurang hingga 30%,” ucapnya melalui keterangan resmi.
Berkurangnya harga gas diyakini akan memacu pertumbuhan sektor hilir yang saat ini ada dan akan mengundang investasi baru bukan saja di hilir tapi juga secara langsung menggairahkan investasi di sektor hulu migas.
Terkait Permen ESDM No. 37 tahun 2015, pemerintah menegaskan kembali bahwa salah satu tujuannya adalah untuk menurunkan biaya transaksi, baik dari aspek pemangkasan rantai distribusi dan transportasi. DIRJEN Migas, Prof. Wiratmadja mengatakan "Alokasi gas untuk trader hanya dapat diberikan kepada BUMN, BUMD dan Badan Usaha yang memiliki fasilitas dan hanya boleh dijual ke pengguna akhir. Dengan demikian trader gas berlapis-lapis yang membuat margin relatif tinggi dapat dihilangkan."
Penurunan harga gas hingga 30% akan didorong Pemerintah melalui langkah-langkah nyata. Dari sisi hulu penurunan harga gas dilakukan dengan mengurangi government take. Di sisi midstream dan distribusi, penurunan harga akan dilakukan dengan menerapkan regulated margin sehingga biaya transmisi dan distribusi dapat diterapkan secara fair. Pembentukan badan penyangga gas nasional akan menjamin penyediaan dan penurunan harga gas, dengan sistem yang lebih sederhana.
Menteri ESDM juga mengapresiasi gagasan integrasi antara PT PGN dengan PT Pertagas.   "Integrasi bisnis antar PT PGN tbk. dengan PT Pertagas, anak usaha PT Pertamina (persero). Juga merupakan hal yang akan berdampak besar bagi efisiensi bisnis gas."
"Investasi infrastuktur akan lebih efisien.  Juga open akses sistem segera dapat diberlakukan. Tentu saja perlu didahului denan kajian komprehensif tetapi kalau kita berorientasi pada dampak makro, saya yakin kita bisa menemukan solusi" tutup Sudirman. [SUMBER]