[NEWS] 9 April 2016 UP45 Jakarta, Katadata- Pertamina EP Cepu masih menghadapi kendala pembelian gas dengan Pupuk Kujang Cikampek. Melalui peletakan batu pertama (groundbreaking), Presiden
Joko Widodo akan meresmikan Proyek Tiung Biru pada pertengahan April
ini. Padahal, proyek gas tersebut masih menghadapi beberapa kendala.
Sebagian gas dari Lapangan Jambaran Tiung Biru di Blok Cepu belum laku
terjual.
Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Adriansyah
mengatakan, pihaknya masih belum sepakat dengan Pupuk Kujang Cikampek
(PKC) terkait harga jual gas dari Tiung Biru. PEPC mematok harga gas
Tiung Biru di hulu sebesar US$ 8 eskalasi dua persen per mmbtu. Angka
ini sesuai dengan proposal rencana pengembangan lapangan atau Plan of Development (PoD) yang sudah disetujui pemerintah.
Di
lain pihak, Pupuk Kujang menginginkan harga yang lebih rendah, yaitu
US$ 7 per mmbtu. “Masih ada selisih antara harga yang disanggupi oleh
PKC dan PoD lapangan gas Tiung Biru,” kata dia saat diskusi dengan
wartawan di Jakarta, Jumat (8/4).
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, Pertamina berharap
pemerintah segera menerbitkan peraturan presiden mengenai harga gas.
Tujuannya agar selisih harga yang diinginkan Pertamina dan PKC bisa
dikompensasi oleh negara. Mengingat pemerintah akan mengurangi
penerimaannya agar harga gas bisa turun.
Meski belum sepakat
harga, Adriansyah menargetkan PKC dan PEPC akan melakukan kesepakatan
Head of Agreement (HoA) pada 26 April nanti. Selanjutnya, Pertamina EP
Cepu akan memasok gas sebesar 85 juta kaki kubik per hari (mmscfd).
“Setelah itu baru tandatangan perjanjian jual-beli gas,” ujar dia.
Selain dengan Pupuk Kujang Cikampek, PEPC juga menjual gasnya kepada
PT Pertamina Gas (Pertagas). Pertamina Cepu akan memasok gas sebesar 100
mmscfd. Targetnya, perjanjian jual beli gas tersebut akan diteken 27
April nanti.
Lalu, rencananya pada Juli nanti, PEPC sudah
mendapatkan nama pemenang tender untuk membangun fasilitas utama (EPC)
Lapangan Tiung Biru. Dengan begitu, kontraknya bisa diteken September
nanti dan proses pembangunan fasilitas utama pada awal tahun depan.
Saat itu, bakal dilakukan juga pengeboran enam sumur gas di Lapangan
Tiung Biru.
Sekadar informasi, Lapangan Tiung Biru ditargetkan
mulai berproduksi sebesar 227 juta kaki kubik per hari pada kuartal
pertama 2019. Adapun puncak produksinya sebesar 315 juta kaki kubik
diharapkan tercapai tahun 2020.
Kontraktor lapangan itu adalah PT Pertamina EP Cepu, PT Pertamina EP, ExxonMobil Cepu, dan Badan Kerja Sama PI (Participating Interest) Blok Cepu. Dalam revisi rencana pengembangan (plan of development/PoD)
Lapangan Tiung Biru yang sudah disetujui oleh SKK Migas pada 17 Agustus
2015, porsi bagi hasil untuk negara sebesar 45,8 persen. Sedangkan 24,5
persen merupakan jatah kontraktor KKS dan 29,7 persen untuk
pengembalian biaya operasi (cost recovery).
Dengan
asumsi harga gas US$ 8 per juta BTUD maka proyeksi nilai produksi
lapangan tersebut hingga kontraknya berakhir tahun 2035 mencapai US$
12,97 miliar. Namun, pemerintah memang berencana merevisi harga gas
Tiung Biru menjadi US$ 7 plus dua persen eskalasi per juta BTUD.
Dari
perhitungan tersebut, porsi bagi hasil untuk negara setelah harga gas
diturunkan akan menyusut menjadi 40,2 persen. Kalau porsi bagi hasil
untuk negara berkurang menjadi 40,2 persen maka potensi nilai penerimaan
negara menjadi sebesar US$ 5,2 miliar atau sekitar Rp 74,4 triliun. [SUMBER]