[NEWS] 22 April 2016 UP45 Saudi Arabia, Katadata.co.id- Ini kali pertama Saudi Arabia pinjam ke luar negeri sejak seperempat abad lalu.
Saudi Arabia hampir mencapai kesepakatan dalam memperoleh pinjaman 
senilai US$ 10 miliar, sekitar Rp 136,8 triliun, dari sejumlah bank 
internasional. Keputusan tersebut ditempuh untuk memulihkan perekonomian
 yang sedang terpukul akibat anjloknya pemasukan dari sektor minyak.
Dengan mengutip Reuters, pada Rabu, 20 April 2016, BBC
 menyebutkan negara pengekspor minyak terbesar dunia ini pada awalnya 
mencari pendanaan US$ 8 miliar. Namun Menteri Keuangan Saudi Arabia 
memperbesar jumlah tersebut seiring peningkatan permintaan atas 
pendanaan.
Langkah Saudi mencari pinjaman dari bank asing muncul 
beberapa hari setelah negara-negara pengekspor minyak (OPEC) melakukan 
pertemuan di Doha, Qatar, untuk membahas produksi minyak dunia. 
Pertemuan ini berakhir tanpa menghasilkan kesepakatan apapun.
Dalam pertemuan pekan lalu itu, Saudi Arabia bersedia memangkas 
produksi minyak jika semua anggota OPEC, termasuk Iran menjalankannya. 
Namun, Iran memutuskan untuk tetap meningkatkan hasil minyaknya menyusul
 pencabutan sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat yang dikeluarkan awal 
tahun ini.
Bila pinjaman itu terealisasi, ini kali pertama 
dilakukan Saudi Arabia sejak seperempat abad lalu. Negera tersebut 
pernah membuka diri ke pasar internasional awal 1990-an ketika Irak 
melakukan invasi terhadap Kuwait. Pemasukan Saudi Arabia dari penjualan 
minyak, yang juga merupakan andalan penerimaan negara, merosot 23 persen
 tahun lalu.
Rencana utang tersebut diharapkan menemui kepastian 
pada akhir April ini. Pinjaman itu kelak akan dimanfaatkan Saudi untuk 
menekan ketergantungan kepada bank domestik sekaligus menakar potensi 
penawaran pinjaman dari pihak asing. Selain itu, pinjaman tersebut bisa 
membuka peluang bagi Saudi untuk menerbitkan surat utang internasional. 
Meski demikian, hingga saat ini bank sentral Saudi Arabia belum memberi 
penjelasan mengenai aksi permohonan pinjaman asing itu.
Untuk 
memulihkan kondisi perekonomian, Saudi bahkan memangkas belanja negara, 
menaikkan pajak, serta meningkatkan harga bahan bakar dan produk 
energinya. Sebenarnya, Saudi Arabia tak sendirian. Qatar dan Oman, dua 
negara yang juga merupakan bagian kawasan Teluk, mencari dana pinjaman 
asing karena melemahnya harga minyak. Awal tahun ini, Qatar memperoleh 
pinjaman US$ 5,5 miliar. Sementara itu, Oman mencatatkan utang luar 
negeri US$ 1 miliar.
Harga minyak telah terperosok sampai hampir 
dua per tiga sejak Juni 2014. Anjloknya harga ini akibat dari 
berlebihnya pasokan serta kompetisi dari para penghasil minyak serpih (shale oil) di Amerika. Saudi Arabia mengalami defisit anggaran hingga US$ 98 miliar tahun lalu karena lesunya harga minyak mentah.
Namun kemarin harga minyak sempat naik empat persen setelah 
persediaan minyak mentah mampu menghentikan kecemasan yang dipicu oleh 
langkah Kuwait. Selain itu, para penghasil minyak besar dikabarkan akan 
melakukan pertemuan lanjutan untuk membatasi produksi.
Harga 
minyak kembali pulih setelah kantor administrasi informasi Amerika 
Serikat (EIA) menyatakan pasokan minyak mentah naik 2,1 juta barel pekan
 lalu. Harga minyak mentah sempat jatuh karena industri minyak dan gas 
Kuwait melakukan aksi mogok selama tiga hari. Namun, kemudian, enam 
kapal tanker raksasa Kuwait dilaporkan memuat minyak mentah untuk 
diekspor. Kuwait juga telah meningkatkan produksi minyaknya menjadi 1,6 
juta barel per hari dari 1,1 juta barel per hari pada Minggu pekan lalu. [SUMBER]
 
 

 
 
 
 
 
 
 
