[NEWS] 14 Mei 2016 UP45 Jakarta, Katadata- Selain untuk pengembangan industri maritim dalam negeri, aturan ini juga
 bisa berdampak positif terhadap upaya peningkatan penerimaan negara 
dari migas. 
Pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan penggunaan produk 
dalam negeri untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Salah satu 
upayanya, pemerintah akan mewajibkan kontraktor kontrak kerja sama (KKS)
 menggunakan kapal Floating Production Storage and Offloading (FPSO) lokal.
FPSO
 merupakan fasiltas untuk mengolah atau memisahkan minyak mentah, gas 
dan air dari sumur produksi. Industri galangan kapal di dalam negeri 
sebenarnya sudah bisa memproduksi kapal tersebut. Namun, kemampuan ini 
belum dioptimalkan.
Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis Satuan 
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK 
Migas) Rudianto Rimbono mengatakan selama ini pembuatan kapal FPSO 
dilakukan di luar negeri. Sehingga kontribusi industri perkapalan 
nasional terhadap hulu migas masih rendah.
Padahal Indonesia 
mempunyai banyak industri galangan kapal yang mumpuni. "Galangan kapal 
Indonesia selama ini tidak hanya melayani kebutuhan dalam negeri tapi 
juga global," kata dia kepada Katadata, Jumat (13/5). 
Berdasarkan
 data Kementerian Perindustrian, saat ini ada sebanyak 250 galangan 
kapal di Indonesia. Sekitar 70 diantaranya berlokasi di Batam, Riau. 
Lokasi ini dianggap strategis karena berdekatan dengan Singapura. 
Sementara pemerintah memiliki empat galangan, yakni PT IKI di Makasar, 
PT DOK Kota Bahari di Jakarta, PT PAL di Surabaya, dan PT DOK Perkapalan
 di Surabaya.
Saat ini SKK Migas sedang menyusun aturan hukum 
untuk mewajibkan KKKS menggunakan FPSO dalam negeri. Rudianto mengatakan
 dalam waktu dekat aturannya akan segera terbit. Nantinya aturan ini 
akan selaras dengan Pedoman Tata Kerja (PTK) Nomor 007 mengenai 
pengadaan barang dan jasa. Sehingga dapat meningkatkan tingkat komponen 
dalam negeri (TKDN).
Berdasarkan catatan SKK Migas, pertumbuhan 
TKDN industri hulu migas tahun lalu sebesar 64,49 persen. Pencapaian 
tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang 10 tahun terakhir. Adapun 
komitmen pengadaan barang dan jasa dalam menggenjot TKDN tersebut 
bernilai US$ 6,519 juta.
Rencana
 untuk mewajibkan KKKS menggunakan kapal FPSO dalam negeri ini sempat 
dikatakan sebelumnya oleh Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dalam seminar  The Building of FPSO, di gedung SKK Migas, Jakarta, Rabu 
(11/5) lalu. Amien mengatakan kapal-kapal FPSO yang awalnya direncanakan
 akan dibuat dan dikonversi di luar negeri, kini wajib untuk dibuat, 
dikonversi, dan dipelihara di dalam negeri.
Kebijakan ini dibuat 
untuk meningkatkan kontribusi industri perkapalan nasional terhadap 
industri hulu migas. Selain memberi dukungan penuh terhadap pengembangan
 industri maritim di Indonesia, aturan ini juga diharapkan berdampak 
positif terhadap upaya peningkatan penerimaan negara dari sektor migas.
Tidak
 hanya mempersiapkan payung hukum, infrastruktur dan sumber daya manusia
 (SDM) juga harus dipersiapkan. Dengan demikian fasilitas perkapalan 
yang dibutuhkan oleh industri sektor hulu migas dapat lebih terjamin 
dari sisi kualitas dan ketersediaannya. 
Saat
 ini, SKK Migas bersama KKKS mengelola dan mengoperasikan lebih kurang 
620 kapal operasional untuk proyek jangka panjang dan 80 kapal untuk 
jangka pendek. Dari 24 kapal FSO dan FPSO, 7 unit diantaranya milik 
negara yang dikelola SKK Migas. Pengelolaan dan pengoperasian FPSO 
menyerap dana sebesar 820 juta dolar atau sekitar Rp 11,1 triliun. [SUMBER]
 

 
 
 
 
 
 
 
