[NEWS] 1 Juni 2016 UP45 Jakarta, EnergiToday- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah berhasil melakukan audit terhadap
sektor ketenagalistrikan Fast Track Program (FTP) I. Dalam audit itu,
BPK menemukan banyak masalah dari program tersebut yang menyebabkan
potensi kerugian negara mencapai Rp5,5 triliun.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Anggota BPK, Rizal Djalil di Jakarta.
Rizal menjelaskan, program FTP I selama 10 tahun hanya bisa membangun 7.919 megawatt (MW). Menurut dirinya, audit BPK sebanyak 166 kontrak proyek dari program tersebut memiliki masalah besar yang berpotensi merugikan negara hingga Rp5,5 triliun.
“BPK telah mengaudit. 166 proyek yang kami audit, banyak masalah cukup besar. Dari 166 kontrak itu besar potensi kerugian negara Rp5,5 triliun,” tuturnya.
Selain itu, tambahnya, ada beberapa permasalahannya diantaranya adalah banyaknya gardu yang sudah dibangun tapi tidak dipakai, banyak jaringan kontruksi tidak jalan karena terhambat pembebasan lahan, serta pembangunan menara yang belum optimal.
“Sebanyak 77 jaringan konstruksi dan gardu kehambat pembebasan lahan. 38.945 meter lahan gardu belum dibebaskan. Dan 22 kontrak transmisi dan gardu belum dimanfaatkan karena belum ada interkoneksinya,” ujarnya.
Rizal menuturkan, ini semua yang menyebabkan potensi kerugian negara yang sangat besar. Oleh karena itu, dirinya mengungkapkan, harus ada fokus tersendiri baik dari Kementerian ESDM sebagai pemegang sektor maupun perusahaan BUMN listrik yang diberi amanah menjalankan agar potensi kerugian negara tidak semakin besar.
Sementara itu, lanjutnya, contoh lainnya adalah pengeluaran negara yang dinilai sia-sia yaitu terkait pemberian uang muka sebesar Rp 554 miliar untuk panjer suatu proyek. Padahal, belum tentu proyek ini berjalan. “Ini sangat potensial kerugian negara,” tandasnya. [SUMBER]
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Anggota BPK, Rizal Djalil di Jakarta.
Rizal menjelaskan, program FTP I selama 10 tahun hanya bisa membangun 7.919 megawatt (MW). Menurut dirinya, audit BPK sebanyak 166 kontrak proyek dari program tersebut memiliki masalah besar yang berpotensi merugikan negara hingga Rp5,5 triliun.
“BPK telah mengaudit. 166 proyek yang kami audit, banyak masalah cukup besar. Dari 166 kontrak itu besar potensi kerugian negara Rp5,5 triliun,” tuturnya.
Selain itu, tambahnya, ada beberapa permasalahannya diantaranya adalah banyaknya gardu yang sudah dibangun tapi tidak dipakai, banyak jaringan kontruksi tidak jalan karena terhambat pembebasan lahan, serta pembangunan menara yang belum optimal.
“Sebanyak 77 jaringan konstruksi dan gardu kehambat pembebasan lahan. 38.945 meter lahan gardu belum dibebaskan. Dan 22 kontrak transmisi dan gardu belum dimanfaatkan karena belum ada interkoneksinya,” ujarnya.
Rizal menuturkan, ini semua yang menyebabkan potensi kerugian negara yang sangat besar. Oleh karena itu, dirinya mengungkapkan, harus ada fokus tersendiri baik dari Kementerian ESDM sebagai pemegang sektor maupun perusahaan BUMN listrik yang diberi amanah menjalankan agar potensi kerugian negara tidak semakin besar.
Sementara itu, lanjutnya, contoh lainnya adalah pengeluaran negara yang dinilai sia-sia yaitu terkait pemberian uang muka sebesar Rp 554 miliar untuk panjer suatu proyek. Padahal, belum tentu proyek ini berjalan. “Ini sangat potensial kerugian negara,” tandasnya. [SUMBER]