[NEWS] 03 Juni 2016 UP45 Jakarta, EnergiToday- Rapat Pleno Pertemuan I Tingkat Menteri Mission Innovation (MI) yang
berlangsung pada 1 Juni 2016 di San Fransisco memutuskan terbentuknya
Komite Pengarah MI. Komite tertinggi di MI ini ditugasi memberikan
arahan strategis bagi inovasi dan pengembangan energi bersih ke depan.
Terdiri dari 10 negara, selain Indonesia, Komite diisi Kanada, Perancis,
India, Meksiko, Saudi Arabia, Swedia, Inggris, Amerika Serikat, dan Uni
Eropa.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, ini menunjukkan betapa tingginya kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia dalam mendorong agenda pembangunan energi bersih global. Indonesia memiliki peran strategis dalam mengemban amanah Komite Pengarah MI. Selain merepresentasikan kepentingan Asia Tenggara, strategisnya Indonesia itu karena ia bisa memainkan peran sebagai penjembatan, yakni antara kepentingan negara maju dengan negara berkembang, serta antara negara yang bergantung pada energi fosil dengan yang bergantung pada energi terbarukan.
Menteri Energi Amerika Serikat, Ernest Moniz, menyampaikan apresiasinya karena tiga poin kunci berhasil disepakati dari pertemuan ini. Ketiganya adalah:
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, ini menunjukkan betapa tingginya kepercayaan dunia internasional kepada Indonesia dalam mendorong agenda pembangunan energi bersih global. Indonesia memiliki peran strategis dalam mengemban amanah Komite Pengarah MI. Selain merepresentasikan kepentingan Asia Tenggara, strategisnya Indonesia itu karena ia bisa memainkan peran sebagai penjembatan, yakni antara kepentingan negara maju dengan negara berkembang, serta antara negara yang bergantung pada energi fosil dengan yang bergantung pada energi terbarukan.
Menteri Energi Amerika Serikat, Ernest Moniz, menyampaikan apresiasinya karena tiga poin kunci berhasil disepakati dari pertemuan ini. Ketiganya adalah:
- terbangunnya “Kerangka Kerja MI” yang didukung penuh oleh semua anggota,
- terjalinnya komunikasi yang semakin intens antara pemerintah dan swasta dalam kemitraan membangun energi bersih, serta
- tersiapkannya sebuah peta-jalan yang menentukan teknologi maupun investasi kunci yang dapat dimobilisasi untuk mendorong pengembangan MI di segenap tingkatan.
Melalui forum ini, Indonesia juga akan mendorong kerjasama bisnis-ke-bisnis atau B2B antara industri nasional dan industri global dalam rangka mempercepat pengembangan energi bersih. Indonesia, melalui Pusat Unggulan atau Center of Excellence-nya, akan terus memanfaatkan teknogi yang berkembang secara revolusioner bagi pengembangan energi bersihnya.
Selain itu, rapat pleno juga menyepakati “Kerangka Kerja MI”. Di dalamnya, termaktub Misi dan Pancaaksi Utama Gerakan MI, yakni:
- Misi Gerakan MI: mempercepat inovasi serta pengembangan energi bersih melalui pelbagai terobosan dan penurunan harga demi menyediakan energi bersih yang terjangkau-tersedia bagi seluruh warga dunia dalam dua dekade ke depan maupun setelahnya.
- Pancaaksi Utama Gerakan MI:
- Melipatgandakan investasi: setiap negara anggota MI berkomitmen, dalam lima tahun ke depan, investasi negara di bidang energi bersih harus dilipatkduakan.
- Membagikan informasi tentang pengelolaan energi bersih: ini dalam rangka memfasilitasi investasi melalui investor, dunia bisnis, dan industri.
- Menyiapkan peta-jalan pengembangan inovasi energi bersih.
- Mendorong penelitian bersama dan pengembangan kapasitas di bidang energi bersih.
- Mendorong pelibatan bisnis dan investor dalam pengembangan energi bersih
Kini, terdapat 21 negara anggota MI. Tahun ini, nilai anggaran penelitian dan pengembangan (R&D) ke-21 negara itu sekitar US$15 miliar. Dalam lima tahun ke depan, MI berkomitmen melipatgandakannya menjadi US$30-35 miliar. Adapun anggaran R&D Indonesia sebesar USD17 juta. Indonesia berkomitmen untuk menggenjot anggaran R&D menjadi US$150 juta pada 2021 atau sembilan kali lipat dari anggaran R&D 2016-nya.
Sudirman menggambarkan komitmen Indonesia ini sebagai lompatan raksasa, sebuah revolusi. Oleh karena itu komitmen semua pihak untuk mewujudkannya, baik eksekutif, legislatif, serta segenap pemangku kepentingan terkait, amat dibutuhkan. [SUMBER]