[NEWS] 12 Agustus 2016 UP45 Jakarta, EnergiToday- Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit, Bayu
Krisnamurthi mengatakan, meski pungutan dana sawit menurun, dana subsidi
biodiesel masih cukup hingga awal 2017.
Menurut Bayu, subsidi biodiesel naik dari Rp 3.125 per liter pada kuartal I 2016 menjadi Rp 6.061 per liter pada kuartal II 2016 seiring ada kenaikan harga minyak sawit.
Selain itu, tambahnya, penyerapan biodiesel pada periode sama juga alami kenaikan dari 517 ribu kilo liter (KL) menjadi 685 ribu KL. “Serapan naik 20 persen, selisih harga yang dibayarkan naik hampir dua kali lipat 90 persen,” ujarnya.
Bayu mengungkapkan, di sisi lain nilai pungutan sawit mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan ekspor produk hilir sawit yang meningkat, sedangkan ekspor CPO menurun karena adanya hilirisasi.
“Pungutan CPO jauh lebih tinggi ketimbang pungutan produk hilirisasi. Tarif pungutan sebesar US$ 10 per ton-US$50 per ton atas ekspor 24 jenis produk. Mulai dari tandan buah segar hingga biodiesel dari minyak sawit dengan kandungan metil ester lebih dari 96,5 persen,” tuturnya.
Sementara itu, lanjutnya, yang menjadi penyebab lain penurunan pungutan dana sawit adalah penurunan produksi sawit di perkebunan yang berkisar 20-25 persen. Ini disebabkan pengaruh cuaca karena adanya El Nino dan kebakaran hutan pada tahun lalu.
Akan tetapi, Bayu menegaskan, dana pungutan yang terkumpul saat ini sebesar Rp 6,1 triliun masih cukup untuk menomboki selisih harga biodiesel dengan harga beli badan usaha penyalur solar yang dicampur biodiesel sampai awal 2017.
“Karena ekspor sawit diperkirakan meningkat pada akhir tahun. Namun, perlu ada kebijakan untuk menghadapi kondisi tersebut, agar program campuran biodiesel pada solar sebesar 20 persen yang dipelopori pemerintah tetap berjalan,” tandasnya. [SUMBER]
Menurut Bayu, subsidi biodiesel naik dari Rp 3.125 per liter pada kuartal I 2016 menjadi Rp 6.061 per liter pada kuartal II 2016 seiring ada kenaikan harga minyak sawit.
Selain itu, tambahnya, penyerapan biodiesel pada periode sama juga alami kenaikan dari 517 ribu kilo liter (KL) menjadi 685 ribu KL. “Serapan naik 20 persen, selisih harga yang dibayarkan naik hampir dua kali lipat 90 persen,” ujarnya.
Bayu mengungkapkan, di sisi lain nilai pungutan sawit mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan ekspor produk hilir sawit yang meningkat, sedangkan ekspor CPO menurun karena adanya hilirisasi.
“Pungutan CPO jauh lebih tinggi ketimbang pungutan produk hilirisasi. Tarif pungutan sebesar US$ 10 per ton-US$50 per ton atas ekspor 24 jenis produk. Mulai dari tandan buah segar hingga biodiesel dari minyak sawit dengan kandungan metil ester lebih dari 96,5 persen,” tuturnya.
Sementara itu, lanjutnya, yang menjadi penyebab lain penurunan pungutan dana sawit adalah penurunan produksi sawit di perkebunan yang berkisar 20-25 persen. Ini disebabkan pengaruh cuaca karena adanya El Nino dan kebakaran hutan pada tahun lalu.
Akan tetapi, Bayu menegaskan, dana pungutan yang terkumpul saat ini sebesar Rp 6,1 triliun masih cukup untuk menomboki selisih harga biodiesel dengan harga beli badan usaha penyalur solar yang dicampur biodiesel sampai awal 2017.
“Karena ekspor sawit diperkirakan meningkat pada akhir tahun. Namun, perlu ada kebijakan untuk menghadapi kondisi tersebut, agar program campuran biodiesel pada solar sebesar 20 persen yang dipelopori pemerintah tetap berjalan,” tandasnya. [SUMBER]