[NEWS] 15 Oktober 2016 UP45, Jakarta, EnergiToday-- Kalla Group melalui anak
usahanya, PT Bumi Sarana Migas (BSM), siap membangun Proyek Land Based
LNG Receiving and Regasification Terminal yang berkapasitas 500 mmscfd
(kurang lebih 4 juta ton) di Bojonegara, Banten. Proyek ini dibangun
untuk mengantisipasi ancaman defisit gas di Jawa bagian Barat.
Rencana pembangunan proyek ini sejalan dengan keinginan pemerintah, agar perusahaan swasta mau berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur. Kalla Group sendiri lewat salah satu anak perusahaannya sejak tahun 1990-an memilikikesiapan lahan untuk membangun proyek tersebut.
Juru bicara PT Bumi Sarana Migas, Nanda Sinaga, mengatakan, proyek Terminal Regasifikasi LNG ini merupakan gagasan dari Kalla Group yang kemudian ditawarkan kerja sama kepada PT Pertamina (Persero) pada 2013. Proyek infrastruktur Terminal Regasifikasi LNG ini akan dibangun dengan tingkat keandalanyang tinggi serta kompetitif dibanding dengan Terminal yang ada di Indonesia dan di regional.
"Kami memiliki lahan yang sangat cocok untuk proyek infrastruktur tersebut karena lahan kami berada di tepi pantai laut dengan kedalaman yang cukup serta di depan pulau sebagai pelindung ombak untuk disadari oleh kapal LNG terbesar sekelas Q-Flex dan Q-Max," ujar Nanda dalam keterangan tertulisnya di Jakarta Senin (14/11).
Nanda menjelaskan, ketertarikan Kalla Group dalam membangun proyek ini diawali oleh data Kementerian ESDM dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas 2013-2030. Data tersebut menunjukan bahwa Jawa bagian Barat akan mengalami defisit neraca gas yang disebabkan oleh berkurangnya dan akan habisnya (depletion) cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan akan kebutuhan gas.
Selain itu, tambahnya, setelah melalui diskusi dan kajian bisnis di internal Kalla Group pada tahun 2013, maka diputuskan untuk menunjuk salah satu konsultan teknik dari Jepang yang telah berpengalaman dan memiliki teknologi terbaik.
Sementara itu, lanjut Nanda, dalam merancang bangun Terminal RegasifikasiLNG, untuk melakukan studi kelayakan pendirian Terminal Regasifikasi LNG. Hasil kajian Konsultan Teknik menunjukan bahwa lokasi tersebut sangat ideal untuk dimanfaatkan sebagai Terminal Regasifikasi LNG di Darat (Land-Based Regasification Receiving LNG Terminal).
"Atas dasar kajian tersebut, Kalla Group mencari partner untuk pembangunan proyek ini dan telah bersepakat pada awal tahun 2015 dengan partner dari Jepang yang berpengalaman dalam pengelolaan Terminal LNG dan distribusi gas," tuturnya.
Nanda mengungkapkan, proyek Terminal Regasifikasi LNG Darat dengan investasi sekitar Rp 10 Triliun ini sepenuhnya akan dibiayai oleh pemenuhan modal pemegang saham serta pinjaman dari Lembaga Keuangan Jepang, yang terdiri dari Lembaga Keuangan Pemerintah Jepang dan Perbankan Jepang.
"Dukungan dan kesiapan Lembaga Keuangan Jepang ini, ikut memberikan kemampuan kepadaTerminal, untuk melayani kebutuhan gas bagi masyarakat luas dengan biaya regasifikasi yang lebih murah, dibanding fasilitas regasifikasi yangada pada saat ini. Dengan demikian, proyek ini akan sejalan dengan rencana pemerintah untuk menurunkan harga gas dalam negeri," tandasnya. [SUMBER]
Rencana pembangunan proyek ini sejalan dengan keinginan pemerintah, agar perusahaan swasta mau berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur. Kalla Group sendiri lewat salah satu anak perusahaannya sejak tahun 1990-an memilikikesiapan lahan untuk membangun proyek tersebut.
Juru bicara PT Bumi Sarana Migas, Nanda Sinaga, mengatakan, proyek Terminal Regasifikasi LNG ini merupakan gagasan dari Kalla Group yang kemudian ditawarkan kerja sama kepada PT Pertamina (Persero) pada 2013. Proyek infrastruktur Terminal Regasifikasi LNG ini akan dibangun dengan tingkat keandalanyang tinggi serta kompetitif dibanding dengan Terminal yang ada di Indonesia dan di regional.
"Kami memiliki lahan yang sangat cocok untuk proyek infrastruktur tersebut karena lahan kami berada di tepi pantai laut dengan kedalaman yang cukup serta di depan pulau sebagai pelindung ombak untuk disadari oleh kapal LNG terbesar sekelas Q-Flex dan Q-Max," ujar Nanda dalam keterangan tertulisnya di Jakarta Senin (14/11).
Nanda menjelaskan, ketertarikan Kalla Group dalam membangun proyek ini diawali oleh data Kementerian ESDM dan kajian Wood MacKenzie mengenai Outlook Suplai Gas 2013-2030. Data tersebut menunjukan bahwa Jawa bagian Barat akan mengalami defisit neraca gas yang disebabkan oleh berkurangnya dan akan habisnya (depletion) cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan akan kebutuhan gas.
Selain itu, tambahnya, setelah melalui diskusi dan kajian bisnis di internal Kalla Group pada tahun 2013, maka diputuskan untuk menunjuk salah satu konsultan teknik dari Jepang yang telah berpengalaman dan memiliki teknologi terbaik.
Sementara itu, lanjut Nanda, dalam merancang bangun Terminal RegasifikasiLNG, untuk melakukan studi kelayakan pendirian Terminal Regasifikasi LNG. Hasil kajian Konsultan Teknik menunjukan bahwa lokasi tersebut sangat ideal untuk dimanfaatkan sebagai Terminal Regasifikasi LNG di Darat (Land-Based Regasification Receiving LNG Terminal).
"Atas dasar kajian tersebut, Kalla Group mencari partner untuk pembangunan proyek ini dan telah bersepakat pada awal tahun 2015 dengan partner dari Jepang yang berpengalaman dalam pengelolaan Terminal LNG dan distribusi gas," tuturnya.
Nanda mengungkapkan, proyek Terminal Regasifikasi LNG Darat dengan investasi sekitar Rp 10 Triliun ini sepenuhnya akan dibiayai oleh pemenuhan modal pemegang saham serta pinjaman dari Lembaga Keuangan Jepang, yang terdiri dari Lembaga Keuangan Pemerintah Jepang dan Perbankan Jepang.
"Dukungan dan kesiapan Lembaga Keuangan Jepang ini, ikut memberikan kemampuan kepadaTerminal, untuk melayani kebutuhan gas bagi masyarakat luas dengan biaya regasifikasi yang lebih murah, dibanding fasilitas regasifikasi yangada pada saat ini. Dengan demikian, proyek ini akan sejalan dengan rencana pemerintah untuk menurunkan harga gas dalam negeri," tandasnya. [SUMBER]