Microgrid Comercial Manager Electric Power Division Caterpillar Inc. Rob Schueffner mengatakan, terobosan terbaru ini telah diciptakan untuk dapat memberikan berbagai manfaat, di antaranya penghematan bahan bakar, penciptaan pembangkitan listrik ramah lingkungan yang sekaligus menjamin kestabilan pasokan.
"Pulau terluar dan terdalam di seluruh penjuru di Indonesia dapat memanfaatkan teknologi ini. Pembangunan dan penyambungannya pun dapat dilaksanakan dengan cepat, tidak seperti pembangkit listrik berbahan bakar batubara atau air,” katanya dalam keterangan pers di Jakarta.
Chief Growth Officer PT Sumberdaya Sewatama Edi Prayitno Hirsam melihat bahwa teknologi hybrid bisa menekan ongkos operasional terutama dalam pemakaian bahan bakar baik gas maupun diesel.
“Sehingga, pemerintah tidak terus terbebani oleh kebutuhan bahan bakar untuk pembangkit listrik. Hal ini sejalan dengan apa yang dicanangkan pemerintah,” paparnya.
Sebagai perusahaan ketenagalistrikan yang sudah berdiri sejak 23 tahun, teknologi ini bisa mempercepat pemenuhan kebutuhan listrik di daerah yang selama ini masih sulit mendapatkan pasokan lantaran ketergantungan dengan energi fosil.
“Pemakaian solar panel (PV) di Indonesia itu tepat. Sebagai negara tropis, sinar matahari bisa terus ada sepanjang hari. Sehingga teknologi yang menggabungkan mesin konvensional dengan tenaga matahari seperti ini bisa sangat efisien,” ungkap Edi.
Lebih penting lagi, dalam hitungan Caterpillar, bila memakai teknologi hybriduntuk membangkitkan listrik sebesar 2 gw, tak hanya bisa mengurangi biaya pemakaian bahan bakar, tetapi juga bisa mereduksi produksi karbon hingga setara dengan karbon yang dihasilkan oleh 750.437 mobil.
Oleh karena itu, Sewatama dalam rencana ke depan sudah mulai bersiap untuk mengimplementasikan pemakaian teknologi ini dengan tujuan membantu pemerintah mempercepat program pengadaan listrik 35.000 mw.
Saat ini, Sewatama sudah mengembangkan sejumlah proyek pembangkit listrik dari bermacam energi. Baik energi fosil maupun energi terbarukan seperti pembangkit listrik minihidro, pembangkit listrik biogas dan pengembangan tenaga angin.
“Kami sudah menggunakan beberapa alternatif energi untuk pembangkitan listrik, mulai batubara, air, biomassa, angin dan berikutnya, teknologi hybrid ini yang memanfaatkan tenaga surya dan tenaga diesel,” ujar Edi lagi.
Jika segera terwujud, Sewatama merupakan perusahaan ketenagalistrikan pertama yang memakai teknologi hybrid untuk pembangkit listrik di Indonesia. Walau demikian, untuk mengimplementasikan teknologi ini, diperlukan sejumlah syarat yang harus terpenuhi.
Paling tidak, untuk penempatan panel surya membutuhkan lahan yang luas. Sehingga perlu dukungan dari berbagai kalangan termasuk pemerintah pusat maupun daerah agar persoalan lahan tidak menjadi kendala.
Perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat ini sejak lama sudah mengembangkan teknologi hybrid bekerjasama dengan produsen solar panel first solar. Awalnya, selama tujuh tahun pengembangan hybrid, sempat digunakan untuk keperluan militer.
“Saat itu, masih mahal untuk dikomersialisasi. Seiring dengan waktu, teknologi ini bisa semakin terjangkau untuk diterapkan dalam skala komersial,” papar Rob. [SUMBER]