[NEWS] 18 April 2016 UP45 Jakarta, EnergiToday- Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana
Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Adi Deriyan Jayamarta mengungkapkan
potensi kerugian korupsi dari pengadaan bahan bakar jenis high speed diesel (HSD) atau solar dari PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) mencapai Rp 69 miliar.
Mantan Kapolresta Malang itu mengatakan,
saat ini pihaknya masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara
(PKN) oleh BPK. Setelah didapatkan, maka penyidik akan melimpahkan
berkas perkara tahap pertama dengan tersangka eks Direktur Utama PLN,
Nur Pamudji ke Kejaksaan Agung. "Setelah didapat tinggal kita serahkan
ke Kejagung. Pemeriksaan saksi-saksi sudah selesai," ujar Adi, seperti
dilansir Rimanews.com, Senin (18/4).
Kasus ini bermula adanya temuan dari
Badan Pemeriksa Keuangan. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK-RI Nomor:
30/Auditama VII/PDTT/09/2011 tertanggal 16 September 2011, menemukan
kebutuhan gas PLN pada 8 unit pembangkit yang berbasis dual firing tidak
terpenuhi. Kendati, harus dioperasikan dengan high speed diesel (HSD) atau solar, dimana jauh lebih mahal dari gas, sebesar Rp 17,9 triliun pada 2009 dan Rp 19,6 triliun pada 2010.
Kedelapan pembangkit itu adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang dan Tanjungpriok (Jakarta Utara), PLTGU Tambak Lorok (Semarang), PLTGU Muara Tawar (Bekasi), PLTGU Gresik, PLTGU Grati (Pasuruan), PLTGU Teluk Lembu (Bali) dan PLTGU Bali. Delapan unit pembangkit tersebut hanya mendapatkan pasokan gas sebanyak 785 BBTUD atau 49,03 persen dari total kebutuhan 1.601 BBTUD pada 2009. Pada 2010 pasokan gas menurun menjadi 778 BBTUD atau 48,78 persen dari kebutuhan sebanyak 1.595 BBTUD.
Kedelapan pembangkit itu adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang dan Tanjungpriok (Jakarta Utara), PLTGU Tambak Lorok (Semarang), PLTGU Muara Tawar (Bekasi), PLTGU Gresik, PLTGU Grati (Pasuruan), PLTGU Teluk Lembu (Bali) dan PLTGU Bali. Delapan unit pembangkit tersebut hanya mendapatkan pasokan gas sebanyak 785 BBTUD atau 49,03 persen dari total kebutuhan 1.601 BBTUD pada 2009. Pada 2010 pasokan gas menurun menjadi 778 BBTUD atau 48,78 persen dari kebutuhan sebanyak 1.595 BBTUD.
Dan hal ini mengakibatkan
pembangkit-pembangkit harus dioperasikan dengan HSD yang harganya lebih
mahal dari gas. Sehingga PLN kehilangan kesempatan untuk melakukan
penghematan biaya bahan bakar. Temuan angka fantastis itu kemudian
dilaporkan ke Direktorat III/ Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse
Kriminal Mabes Polri oleh Jaringan Advokat Publik, Selasa 8 Oktober 2014
lalu. Dirut PLN yang menangani proyek pembangkit listrik periode
2009-2010, Dahlan Iskan pun dilaporkan.
Sementara, Nur saat itu menjadi Direktur Energi Primer PLN ditetapkan jadi tersangka pada 14 Juli 2015 lalu. Dirinya dikenakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU No.20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu. [SUMBER]