[NEWS] 9 Mei 2016 UP45 Jakarta, EnergiToday- Terus menurunnya harga minyak mentah telah menyebabkan turunnya pendapatan negara dari sektor minyak dan gas bumi (migas).
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Direktur Pembinaan Program Migas, Dirjen Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agus Cahyono Adi belum lama ini di Jakarta.
Pasalnya, menurut Agus, lantaran hampir seluruh kontrak migas yakni kontrak wilayah kerja itu menggunakan formula harga minyak.
“Yang mempengaruhi penerimaan migas dari hasil penjualan adalah harga minyak. Di kontrak gas pun sebagian besar kontraknya dikaitkan dengan formula harga minyak,” tuturnya.
Agus mengungkapkan, penerimaan migas akan terus berfluktuasi mengikuti harga minyak. Ia pun mengakui penerimaan negara sektor migas turun karena anjloknya harga minyak.
“Seperti pada 2015 target penerimaan negara dari sektor migas Rp300 triliun tidak tercapai karena terus menurunnya harga minyak,” ujarnya.
Bahkan, Agus menambahkan, target tersebut sempat direvisi menjadi Rp130 trliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). “Harga minyak sangat fluktuatif, perkembangannya sulit diprediksi. Yang terjadi pada satu-dua tahun terakhir itu anjlok sekali. Sampai level USD32 per barel,” imbuhnya.
Agus menuturkan, kondisi seperti ini bukan menjadikan pemerintah pesimistis terhadap industri hulu migas. Tapi, lanjutnya, kondisi ini menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Indonesia. Untuk itu, saat ini pemerintah tengah mengubah paradigma migas bukanlah sebagai komoditas utama. Tapi sebagai penggerak perekonomian negara.
“Ada safety paradigma dari migas sebagai komoditas menjadi migas sebagai penggerak perekonomian,” tandasnya. [SUMBER]
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Direktur Pembinaan Program Migas, Dirjen Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agus Cahyono Adi belum lama ini di Jakarta.
Pasalnya, menurut Agus, lantaran hampir seluruh kontrak migas yakni kontrak wilayah kerja itu menggunakan formula harga minyak.
“Yang mempengaruhi penerimaan migas dari hasil penjualan adalah harga minyak. Di kontrak gas pun sebagian besar kontraknya dikaitkan dengan formula harga minyak,” tuturnya.
Agus mengungkapkan, penerimaan migas akan terus berfluktuasi mengikuti harga minyak. Ia pun mengakui penerimaan negara sektor migas turun karena anjloknya harga minyak.
“Seperti pada 2015 target penerimaan negara dari sektor migas Rp300 triliun tidak tercapai karena terus menurunnya harga minyak,” ujarnya.
Bahkan, Agus menambahkan, target tersebut sempat direvisi menjadi Rp130 trliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). “Harga minyak sangat fluktuatif, perkembangannya sulit diprediksi. Yang terjadi pada satu-dua tahun terakhir itu anjlok sekali. Sampai level USD32 per barel,” imbuhnya.
Agus menuturkan, kondisi seperti ini bukan menjadikan pemerintah pesimistis terhadap industri hulu migas. Tapi, lanjutnya, kondisi ini menjadi suatu tantangan tersendiri bagi Indonesia. Untuk itu, saat ini pemerintah tengah mengubah paradigma migas bukanlah sebagai komoditas utama. Tapi sebagai penggerak perekonomian negara.
“Ada safety paradigma dari migas sebagai komoditas menjadi migas sebagai penggerak perekonomian,” tandasnya. [SUMBER]