MERAH PUTIH BERKIBAR DI DESA PESO

[NEWS] 18 Juni 2016 UP45 Jakarta, EnergiToday- Catatan dari Kaltara
Indonesia memang negara besar.  Di samping karena jumlah penduduknya yang nomor 5 terbesar di dunia, wilayah geografisnya juga amat luas.

Sehabis sahur tadi pagi jam 5 (Kamis, 16/6/2016) kami  terbang dari Bandara Soekarno Hatta, menuju Balikpapan.  Dari Balikpapan disambung pesawat bombardier Garuda Indonesia, sampailah di Tarakan.  Bersama Pak Gubernur Kalimantan Utara, Dr. H. Irianto Lambrie, kami naik helikopter menuju Desa Peso, Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan.   Jam 11.10 menit waktu setempat Heli mendarat di lapangan yang tampak sudah sering digunakan sebagai helipad sementara.  

Perjalanan masih belum selesai, turun dari heli kami pindah naik perahu motor, kapasitas 10 orang menyusuri sungai Kayan menuju wilayah hulu.   Setengah jam perjalanan sampailah kami ke calon lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan I, Desa Peso.  Jika nanti dibangun, PLTA ini kapasitasnnya akan mencapai 900 MW, untuk tahap pertama.  Dan dapat terus dikembangkan hingga mencapai di atas 4.000 MW. 

Perjalanan panjang dan menyenangkan.  Dan inilah satu bukti betapa luasnya wilayah Republik Indonesia tercinta.  Setelah setengah hari perjalanan berpindah pesawat, heli dan berganti perahu motor, kita masih berada di wilayah NKRI.  Tidak banyak negara yang geografisnya seluas dan serumit kita.

Kalimantan Utara adalah provinsi baru pemekaran dari Kalimantan Timur, yang resmi dibentuk pada April 2013.  Ada empat kabupaten dan satu kota (Tarakan), dengan penduduk seluruh provinsi sekitar 700.000 orang.

Meskipun Tarakan ini pernah menjadi "hub" industri energi, terutama minyak dan gas puluhan tahun lamanya, provinsi yang berbatasan dengan Malaysia ini masih memiliki sejumlah tantangan dalam mencukupi kebutuhan energinya.

Di Kabupaten Krayan yang berbatasan dengan Serawak, sudah lama masyarakat harus menerima BBM selundupan dari negara tetangga, yang harganya jauh lebih mahal.  Ini disebabkan tidak ada jalur dan infrastruktur pasokan BBM ke kabupaten tersebut. 

Pekan lalu, Pertamina meluncurkan layanan pesawat khusus pengangkut BBM dari Tarakan ke Krayan.  Meskipun biayanya menjadi sangat mahal tapi demi menjaga keutuhan NKRI Pertamina tetap melayani wilayah ini, dengan harga standar nasional.
Layanan sejenis ini, menyediakan pesawat khusus pengangkut BBM juga segera akan diberlakukan di wilayah-wilayah sulit lainya, termasuk di Provinsi Papua. Kita memberi penghargaan kepada Pertamina yang bersedia mengorbankan sebagian "keuntunganya" untuk melayani masyarakat dan keluar dari kesulitannya.

Situasi layanan kelistrikan di Kaltara juga tak kalah sulitnya.  Kapasitas seluruh provinsi masih belum cukup.  Rasio Elektrifikasi (RE) Kaltara baru mencapai 73,48 %.  Khusus Kabupaten Bulungan, RE nya 84 %.    Wajar saja kalau listrik masih byar pet, dan ada beberapa kawasan yang listriknya hanya hidup 12 jam sehari.   Sebagian besar pasokan daya berasal dari PLTD yang tentu saja lebih mahal, sementara potensi energi baru terbarukan demikian besar.   Total kapasitas terpasang 65, MW; sedangkan kebutuhan listrik sekitar 150 MW, jika kita mau melihat Kaltara dalam keadaan normal.

Menurut Pak Gubernur, sebenarnya Kaltara memiliki potensi ketenagalistirkan yang sangat besar.  Energi fosil maupun energi terbarukan demikian besar jumlahya: minyak, gas, batubara, air, matahari, dan hutan belantara.   Jika dibangun dengan terencana potensi ini ada tidak saja dapat mencukupi setempat, tetapi juga dapat diekspor ke negara tetangga melalui Sabah maupun Serawak.  Saling memasok tenaga listrik antar negara,  Indonesia dan Malaysia, adalah implementasi dari konsep ASEAN GRID yang telah ditandatangani di Bali, pada Bali Clean Energi Forum (BCEF), Februari lalu.

Berbincang dengan Pak Kepala Desa, Pak Camat setempat, diselingi penjelasan Pak Gubernur saya mendapat gambaran betapa besarnya pekerjaan rumah yang harus kita tunaikan untuk mencukupi kebutuhan energi di wilayah ini. Yang membahagiakan, betapun beratnya tugas para pelayan masyarakat di wilayah sulit seperti Kalimantan Utara, mereka tetap menjalankannya dengan tulus dan penuh pengabdian.

Ada hal yang menakjubkan. Di tengah hutan belantara, sejumlah bendera merah putih ukuran besar berkibar bertiang pohon maupun tiang bambu.  Pak Gubernur bercerita bahwa suku suku pedalaman ini begitu bangga dengan Republik Indonesia.  Banyak diantara mereka yang menjahit sendiri bendera berukuran besar untuk di pasang di ketinggian bukit.  

Kita yang hidup di kota, yang diberikan jauh lebih banyak kemudahan karena kemajuan Republik, sering kali lupa dan bahkan mengeluh. Kita juga kadang melalaikan makna menjadi bagian dari NKRI, yang tidak saja menuntut hak tetapi juga menunaikan kewajiban dengan seimbang.

Dari masyarakat Desa Peso, yang hanya bisa dijangkau dengan perahu motor 5 jam dari Tarakan, kita diingatkan untuk tak lelah mencintai Indonesia (meminjam istilah Mas Sukardi Rinakit).  Bendera merah putih yang mereka jahit sendiri dan dikibarkan tanpa surat perintah, adalah wujud kecintaan mereka pada Republik Indonesia.

Peso, 16 Juni 2016
Sudirman Said