ALOKASI GAS DOMESTIK MENINGKAT, SUBSIDI ENERGI MENYUSUT


[NEWS] 28 Oktober 2016 UP45, Jakarta, Katadata -- Alokasi gas untuk dalam negeri mencapai 58 persen. Sedangkan anggaran subsidi turun dari Rp 229 triliun pada 2014, menjadi hanya Rp 7,75 triliun tahun ini.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan pencapaian dua tahun Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK di sektor energi. Salah satu keberhasilannya terlihat pada alokasi gas dalam negeri yang meningkat, sementara anggaran subsidinya menurun. 

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan hingga Juli 2016, hasil produksi gas bumi yang dialokasikan untuk kebutuhan domestik mencapai mencapai 3.971 miliar british thermal unit per hari (BBTUD). Jumlah ini setara dengan 58 persen total produksi gas dari dalam negeri. Padahal tahun sebelumnya hanya 56 persen atau 3.882 BBTUD dan di 2014, porsinya 53 persen atau 3.785 BBTUD.

“Jadi kalau kami usahakan pemanfaatan dalam negerinya ini makin lama makin besar,” kata dia saat memberikan paparan di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Kamis (27/10). 

Meski alokasi gas untuk dalam negeri bertambah, total produksi gas siap jual atau lifting  mengalami penurunan. Lifting gas bumi hingga Agustus 2016 hanya 919 juta barel setara minyak per hari (MBOEPD). Sementara pada tahun lalu angkanya sudah mencapai 1.165 MBOEPD,. Pada 2014 pun volumenya lebih tinggi yakni 1.221 MBOEPD.

Berbanding terbalik dengan gas bumi, lifting minyak bumi meningkat dibandingkan dua tahun terakhir. Pada 2014, lifting tercatat hanya 794 ribu barel per hari (MBOPD), kemudian menurun pada tahun lalu 786 MBOPD. Hingga 11 Oktober 2016, lifting minyak berhasil mencapai  825 MBOPD.
Menurut Jonan meski ada peningkatan, lifting minyak harus tetap menjadi perhatian, karena ada potensi mengalami penurunan. Kementerian ESDM memprediksi pada 2019, lifting minyak hanya 700 MBOPD. “Kalau tidak ada upaya lebih besar pasti turun terus,” ujarnya.

Untuk jumlah penandatangan kontrak wilayah kerja (WK) migas di Indonesia selama dua tahun terakhir memang masih rendah. Di 2014 ada lima kontrak WK migas yang berhasil ditandatangani, lalu naik pada 2015 menjadi 12 WK migas dan  3 WK perpanjangan atau alih kelola. Sedangkan tahun ini hanya ada satu WK migas baru, satu WK perpanjangan.

Di sektor hilir, produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) dari kilang dalam negeri tahun ini juga turun. Volumenya hanya 22,10 juta kiloliter (KL), dari tahun sebelumnya 39,19 juta KL. Kapasitas dalam negeri di Indonesia saat ini juga belum ada peningkatan, hanya 1.169 juta barel per hari.

Jonan mengatakan kementeriannya akan berupaya meningkatkan kapasitas kilang, dengan pembangunan kilang baru dan peningkatan kapasitas kilang yang sudah ada. “Sesuai arahan presiden, harus ada investasi di refinery,” ujarnya.

Jonan mempersilahkan semua pihak jika tertarik membangun kilang, tidak hanya PT Pertamina (Persero). Dia pun menjanjikan akan mempermudah aturannya. Ini dilakukan agar produksi minyak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Untuk pembangunan jaringan gas yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, menurut Jonan juga meningkat dari 7.636 Sambungan Rumah (SR) di 2015, menjadi 88.915 SR di 2016. Adapun untuk nonAPBN tahun 2015 sampai 2016 hanya ada dua, yakni Jambi sepanjang 2.141 dan Prabumulih 2.626 SR.

Capaian lainnya, dalam dua tahun ini pemerintahan Jokowi-JK berhasil menekan anggaran subsidi untuk sektor energi. Pada 2014 jumlah subsidi untuk BBM, Elpiji Bahan Bakar Nabati (BBN) sudah mencapai Rp 229 triliun. Tahun lalu pemerintah memangkas anggarannya menjadi Rp 34,90 triliun, hanya untuk BBM. Tahun ini subsidinya pun hanya diberikan untuk solar, sebesar Rp 7,75 triliun. [SUMBER]