[NEWS] 6 Oktober 2016 UP45, Jakarta, Katadata- Untuk kontrak yang ditandatangani setelah Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas sampai dikeluarkannya PP 79/2010 itu, masih menganut prinsip assume and discharge.
Pemerintah dan pelaku industri minyak dan gas bumi (migas) mulai
menemukan titik temu dalam pembahasan revisi Peraturan Pemerintah Nomor
79 tahun 2010 tentang biaya operasi yang dikembalikan dan pajak
penghasilan di hulu migas. Salah satu poin penting dari pembahasan itu
adalah masa berlaku revisi aturan tersebut.
Sekretaris Jenderal
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamudji
mengatakan, selama ini revisi aturan tersebut tertunda karena masih ada
masalah dalam ketentuan peralihan. Padahal, Menteri ESDM menginginkan
agar aturan itu segera selesai.
Para
pelaku industri migas ini masih mempertanyakan masa peralihan
pemberlakuan revisi PP 79/2010. Alasannya, sebelum adanya aturan
tersebut, masih ada kontrak bagi hasil yang menganut prinsip assume and discharge.
Jadi, perlu adanya kejelasan melalui revisi aturan itu apakah prinsip assume and discharge masih
berlaku. “Tadi sudah diputuskan, untuk kontrak-kontrak yang
ditandatangani setelah Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Migas
sampai dengan dikeluarkannya PP 79/2010 itu, masih menganut prinsip assume and discharge. Jadi tidak berlaku surut untuk ke depan,” kata Teguh di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (5/10).
Alasan
pemerintah tidak memberlakukan aturan PP 79/2010 itu untuk kontrak
lama, menurut Teguh, lantaran kontrak yang sudah berjalan harus
dihormati. Apalagi dalam kontrak tersebut ada tandatangan pemerintah.
Artinya, pemerintah memang menyetujui adanya konsep assume and discharge.
Selain
itu, pelaku industri migas juga masih mengeluhkan adanya pajak dan
retribusi di daerah. Tapi, pajak dan retribusi tersebut memang merupakan
kewenangan pemerintah daerah. Alhasil, keluhan itu tidak bisa
diakomodasi dalam revisi PP 79/2010.
Ada juga mengenai
perizinan. “Tapi perizinan itu belum tentu bentuknya PP. Jadi kalau
untuk perizinan jadi Peraturan Menteri ESDM, ya kita perbaiki peraturan
menterinya,” ujar dia.
Sementara itu, Presiden General Manager
Total E&P Indonesie Hardy Pramono mengatakan, dengan revisi aturan
ini, pelaku industri ingin membantu pemerintah dan negara untuk tetap
menjaga iklim investasi. Dengan begitu, investor yang sudah ada di sini
tidak hengkang.
Hardy
juga mengatakan, pemerintah sudah sepakat tidak menerapkan aturan
tersebut pada kontrak lama, sehingga bisa dihormati. “Sudah mengerucut
semoga cepat dikeluarkan. Kalau kontrak eksisting tetap, artinya
(pemerintah) respek terhadap kontrak,” ujar dia.[SUMBER]