[NEWS] 3 November 2016 UP45, Jakarta, EnergiToday-- Terkait dengan wacana mengenai
menjadikan SKK Migas sebagai BUMN Khusus adalah pilihan setengah matang.
Dikarenakan BUMN Khusus tidak sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Profesor Mukhtasor dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Mukhtasor menjelaskan, pasal tersebut harus dimaknai secara utuh. Dalam hal ini, tambahnya, tidak bisa hanya melihat konteks dikuasai oleh negara, namun juga harus melihat makna dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Jika menjadikan SKK Migas sebagai BUMN Khusus, maka amanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, tidak akan terjadi,” ujarnya.
Selain itu, Mukhtasor menambahkan, pembentukan BUMN Khusus akan membuat pengelolaan cadangan migas dilakukan secara terpisah oleh beberapa BUMN.
Pasalnya, menurut dirinya, kondisi demikian akan menghambat sinergi dan konsolidasi BUMN untuk memaksimalkan leverage di bidang keuangan dalam memperbesar kemampuan investasi dan pembangunan infrastruktur.
Mukhtasor mencontohkan Malaysia yang sukses melakukan konsolidasi melalui Petronas. Seluruh cadangan migas dipegang Petronas sehingga memiliki leverage keuangan secara korporasi yang lebih bagus, sehingga meningkatkan kepercayaan pihak pendanaan.
“Jika Pertamina diberi kepercayaan seperti Petronas, maka kemampuan melakukan investasi menjadi lebih besar, keuntungan menjadi lebih besar, dan kontribusi bagi negara juga lebih besar," katanya.
Namun demikian, dirinya mendukung wacana Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar terkait revisi UU Migas, di mana UU Migas baru harus memperkuat National Oil Company (NOC) alias BUMN perminyakan. Fungsi yang diperankan oleh SKK Migas saat ini, dinilainya perlu diefisienkan dan didayagunakan melalui unit di bawah BUMN Migas atau Pertamina.
"Dengan menjadikan fungsi SKK Migas berada di bawah pengelolaan Pertamina, maka akan terjadi konsolidasi ekonomi, sehingga amanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, akan bisa diwujudkan lebih baik,” pungkasnya. [SUMBER]
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Profesor Mukhtasor dalam keterangan tertulisnya di Jakarta.
Mukhtasor menjelaskan, pasal tersebut harus dimaknai secara utuh. Dalam hal ini, tambahnya, tidak bisa hanya melihat konteks dikuasai oleh negara, namun juga harus melihat makna dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
“Jika menjadikan SKK Migas sebagai BUMN Khusus, maka amanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, tidak akan terjadi,” ujarnya.
Selain itu, Mukhtasor menambahkan, pembentukan BUMN Khusus akan membuat pengelolaan cadangan migas dilakukan secara terpisah oleh beberapa BUMN.
Pasalnya, menurut dirinya, kondisi demikian akan menghambat sinergi dan konsolidasi BUMN untuk memaksimalkan leverage di bidang keuangan dalam memperbesar kemampuan investasi dan pembangunan infrastruktur.
Mukhtasor mencontohkan Malaysia yang sukses melakukan konsolidasi melalui Petronas. Seluruh cadangan migas dipegang Petronas sehingga memiliki leverage keuangan secara korporasi yang lebih bagus, sehingga meningkatkan kepercayaan pihak pendanaan.
“Jika Pertamina diberi kepercayaan seperti Petronas, maka kemampuan melakukan investasi menjadi lebih besar, keuntungan menjadi lebih besar, dan kontribusi bagi negara juga lebih besar," katanya.
Namun demikian, dirinya mendukung wacana Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar terkait revisi UU Migas, di mana UU Migas baru harus memperkuat National Oil Company (NOC) alias BUMN perminyakan. Fungsi yang diperankan oleh SKK Migas saat ini, dinilainya perlu diefisienkan dan didayagunakan melalui unit di bawah BUMN Migas atau Pertamina.
"Dengan menjadikan fungsi SKK Migas berada di bawah pengelolaan Pertamina, maka akan terjadi konsolidasi ekonomi, sehingga amanah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, akan bisa diwujudkan lebih baik,” pungkasnya. [SUMBER]